2. Indonesia sebagai negara kepulauan
Indonesia terdiri atas ribuan pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke yang secara fisik posisinya terpisah-pisah. Hal ini yang menghambat hubungan antar masyarakat Indonesia dari pulau yang berbeda-beda wilayahnya. Keadaaan geografis Indonesia yang luas tersebut telah memaksa penduduk untuk menetap di daerah yang terpisah satu sama lain. keterbatasan teknologi komunikasi pada masa lalu menyebabkan isolasi geografis antarmasyarakat yang tersebar di berbagai pulau.
Isolasi geografis tersebut mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang hidup terisolasi dari suku bangsa lainnya. Akibatnya, mereka mengembangkan kebudayaan masing-masing yang semakin berbeda dengan kebudayaan lain.
Setiap masyarakat di wilayah kepulauan mengembangkan kebiasaan dan budaya mereka sendiri - sendiri, sesuai pada tingkatan perkembangan dan lingkungan masyarakat itu sendiri. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan suku bangsa, komunikasi (bahasa), kebiasaan (budaya), peran antara laki-laki dan perempuan, dan penganut kepercayaan atau agama. Sebagai contoh, jenis-jenis pekerjaan yang ada menyebabkan beranekaragamnya peralatan yang diciptakan, misalnya bentuk rumah dan bentuk pakaian.
3. Kondisi ekologis
Lingkungan ekologis terbentuk dari struktur tanah, iklim, dan topografi memberikan kontribusi bagi kondisi penduduk baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya. Kondisi iklim seperti perbedaan musim hujan dan kemarau antar daerah, serta perbedaan kondisi alam seperti pantai, pegunungan mengakibatkan perbedaan pada budaya masyarakatnya. Ada komunitas masyarakat yang mengandalkan laut sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidupnya, ada pula yang mengandalkan pertanian dan perkebunan.
Perbedaan ekologis tersebut berpengaruh terhadap kemajemukan budaya lokal di Indonesia. Penduduk mengembangkan budaya sesuai dengan kondisi ekologis wilayah yang ditempatinya. Penduduk di daerah pantai sangat berbeda dengan penduduk yang berada di pegunungan, seperti adanya perbedaan bentuk dan model rumah, mata pencaharian / pekerjaan, makanan pokok yang dikonsumsi, pakaian, budaya / kesenian, bahkan agama dan kepercayaan.
Gambar 4. Poster Kebudayaan Batak Karya Arifah
E. Pengaruh Globalisasi terhadap Kebudayaan Nasional.
Pengaruh globalisasi yang mengancam jati diri bangsa adalah masuknya unsur-unsur budaya yang bertentangan dengan budaya nasional. Di era globalisasi ini, setiap bangsa bebas keluar masuk memberikan pengaruhnya kepada bangsa lain. Akibatnya, berbagai paham dan ideologi pun masuk ke bangsa ain, begtu pula bangsa Indonesia. Globalisasi dewasa ini merambah hampir di semua bidang kehidupan kehidupan.Tidak semua masyarakat menerima globalisasi dengan tangan terbuka. Ketidaksiapan menerima globalisasi akan menciptakan perubahan dalam masyarakat. Beberapa dampak akibat ketidak siapan dalam penerimaan globalisasi adalah sebagai berikut:
a. Guncangan Budaya (culture shock)
Menurut Soeryono Soekanto, goncangan budaya terjadi apabila warga masyarakat mengalami disorientasidan frustasi. Hal ini berlangsung apabila ada anggota masyarakat yang tidak siap menerima kenyataan perubahan-perubahan akibat globalisasi.
b. Ketimpangan budaya (cultural lag)
Ketimpangan budaya adalah suatu kenyataan bahwa masuknya unsur-unsur golobalisasi tidak terjadi secara serempak. Unsur-unsur yang terkait dengan teknologi masuk sedemikian cepatnya, sedangkan unsur-unsur sosial budaya, katakanlah di bidang pendidikan sedemikian lambatnya. Di pihak lain ada sekelompok masyarakat yang begitu cepat menyerap dan menerima unsur-unsur globalisasi. Akan tetapi, ada juga sekelompok masyarakat yang begitu tertinggal untuk menerima unsur-unsur globalisasi tersebut. Akibat situasi tersebut, perubahan unsur-unsur sosial budaya yang terjadi dalam masyarakatnya juga tidak terjadi secara serempak. Ketidaserempakan inilah yang kita kenal dengan ketimpangan budaya ( culture lag ).
c. Pergeseran nilai-nilai budaya yang menimbulkan anomie
Masuknya unsur-unsur globalisasi yang gencar dalam waktu yang relatif singkat akan mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan sosial budaya secara menyusul. Sistem nilai dan norma yang ada dalam kehidupan masyarakat yang tidak siap mengantisipasi terjadinya perubahan-perubahan itu mengakibakan masyarakat menjadi kebingungan ( anomie ). Kebingungan ini tentang nilai dan norma sosial budaya mana yang paling cocok untuk mengantisipasi arus globalisasi yang sedang berlangsung.
Diantara kelompok masyarakat yang paling kebingungan adalah kelompok remaja yang secara sosial belum memiliki identitas yang mantap. Kelompok masyarakat lainnya adalah mereka yang secara tiba-tiba “ketiban rezeki nomplok” menjadi orang kaya baru, karena berbagai “keberuntungan”. Contoh akibat adanya anomie, yaitu :
1) Pergaulan bebas, kenakalan remaja, dan penyalahgunaan narkotik yang melanda para remaja.
2) “aji mumpung”
Gambar 5. Poster Save Our Indonesia Culture Karya Syifa Nisa Aulia
F. Kearifan lokal sebagai tameng negatif globalisasi
Arus global dapat cepat menggerus nilai-nilai budaya lokal termasuk kearifan lokal yang dipegang oleh masyarakat. Jika ditelusur lebih dalam, nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya penduduk Indonesia selaras dengan isu-isu seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Globalisasi telah mendorong terjadinya pergeseran atau perubahan terhadap system atau aturan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Masuknya nilai-nilai budaya barat ke Indonesia yang menumpang arus globalisasi merupakan ancaman bagi budaya asli yang mencitrakan lokalitas khas daerah di negeri ini. Kesenian-kesenian daerah seperti ludruk, ketoprak, wayang, gamelan, dan tari menghadapi ancaman serius dari berkembangnya budaya pop khas barat yang semakin diminati oleh masyarakat karena dianggap lebih modern. Budaya konvensional yang menempatkan tepo seliro, toleransi, keramahtamahan, penghormatan pada yang lebih tua juga digempur oleh pergaulan bebas dan sikap individualistik. Dalam situasi demikian, kesalahan dalam merespon globalisasi dapat berakibat pada lenyapnya budaya lokal dan inilamasalah terbesar budaya lokal di tengah-tengah era globalisasi. Ketika gelombang globalisasi menggulung wilayah Indonesia, ternyata kekuatannya mampu menggilas budaya-budaya lokal.
Gambar 6. Poster Ayo Lestarikan Budaya Indonesia Karya Deani Mourischa
Indonesia sebagai negara berkembang dengan beragam etnis, suku bangsa, dan budaya sesungguhnya telah dimodali mekanisme penjagaan diri terhadap globalisasi melalui sebuah kearifan lokal. Kearifan lokal atau dalam bahasa Inggris dikonsepsikan sebagai kebijaksanaan setempat (local wisdom) merupakan gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, dan bernilai baik, serta tertanam sekaligus diikuti oleh anggota masyarakatnya. Di dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Adapun kearifan budaya lokal ialah pengetahuan lokal yang sudah menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya, serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Kearifan lokal lahir dari learning by experience yang tetap dipertahankan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Kearifan lokal diperoleh melalui suatu proses pengalaman panjang yang menitik beratkan pada pengamatan secara langsung dan juga didukung oleh pendidikan formal maupun informal.
Pada dasarnya masyarakat Indonesia telah dibekali kemampuan untuk menyaring budaya asing sehingga hanya menyerap budaya yang sesuai dengan budayanya sendiri atau disebut dengan local genius. Dengan modal ini kita tidak perlu khawatir dalam menghadapi terjangan arus globalisasi. Apabila kemampuan local genius ini mampu bersinergi dengan kearifan lokal, maka keduanya dapat dijadikan tameng untuk menangkis serangan globalisasi yang mulai megikis budaya lokal. Oleh karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus dibangun secara kokoh dengan cara menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda. Dalam hal ini, pendidikan memegang peranan yang penting sehingga pengajaran budaya perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional dan diajarkan sejak sekolah dasar.
Gambar 7. Poster Lestarikan Budaya Indonesia Karya Indira Puja
Patut menjadi perhatian bersama bahwa nilai-nilai lokal bukanlah nilai usang yang ketinggalan zaman sehingga ditinggalkan, tetapi kearifan lokal ini dapat berkolaborasi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi. Isu mengenai demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup diangkat sebagai agenda pembangunan di dunia internasional. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan filosofi budaya lokal yaitu hamemayu hayuning buwana. Makna dari hamemayu hayuning buwana adalah memberi pelajaran kepada masyarakat untuk berbersikap dan berperilaku yang mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian, dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan dalam melaksanakan hidup dan kehidupannya agar negara menjadi panjang, punjung, gemah ripah loh jinawi, karta tur raharja.
Khasanah ke-Bhinnekaan sebagai karakteristik sangat berharga yang dimiliki bangsa ini. Ragam pesona budaya yang tersebar dari Sumatera hingga Papua, dari beraneka suku, agama, ras yang mendiami beribu pulau dipersatukan oleh perairan, bahasa dan perasaan senasib sebagai bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, Berbeda tetapi tetap satu dengan diversifikasi kearifan lokal yang besar. sebuah karakteristik paling Indonesia.
Gambar 8. Poster Unity In Diversity Karya Farhan Adeliyus
Budaya Gotong Royong adalah kearifan lokal yang paling Indonesia. budaya ini adalah ciri khas utama bangsa ini melekat di hampir semua elemen bangsa indonesia. Manifestasinya terjabarkan dalam acara-acara yang akan dilaksanakan oleh masyarakat. Misalnya dalam acara pernikahan, pembangunan fasilitas umum seperti tempat ibadah, jalan ataupun gotong royong di sawah. Bahkan kata ini sudah terejahwantahkan dalam prinsip masyarakat Tana Toraja “ Mesa’ Kada di Potuo, Pantan Kada di Pomate”. diterapkan dalam upacara Rambu Solo' ataupun Rambu Tuka' dan prinsip ini menjadi koleksi kekayaan budaya paling Indonesia.
Kearifan lokal lain yang menjadi karakteristik paling Indonesia adalah Musyawarah Mufakat. Budaya ini adalah budaya klasik yang sudah sangat lama diterapkan oleh bangsa ini. bahkan sejak zaman kerajaan di nusantara, musyawarah mufakat digunakan oleh Raja Goa Tallo dengan beberapa pabbicara buta (penasehat) kerajaan untuk menetapkan keputusan kerajaan misalnya jadwal tanam padi. Musyawarah mufakat ini dalam budaya orang Sulawesi disebut pula dengan Tudang sipulung. Dalam perkembangannya digunakan sampai kepada penyelesaian masalah yang krusial dan penentuan keputusan yang strategis untuk diimplementasikan.
Rasa Malu dan saling menghormati adalah kearifan lokal sangat mahal yang dimiliki bangsa ini. Menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang mudah dengan menundukkan badan sambil menjulurkan tangan kebawah ketika melewati kerumunan orang dan malu untuk melakukan kesalahan adalah cerminan karakteristik paling Indonesia. Yang dalam bahasa orang Sulawesi menyebutnya budaya Tabe’ dan budaya siri’.
Gambar 9. Budaya Betawi di Jakarta Karya Nisa Andini Eka
Akan tetapi kearifan-kearifan lokal tersebut perlahan mengalami pergeseran bahkan terkikis seirama pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi. Bahkan untuk acara penguburan keluarga saja gotong royong sirna dengan membayar orang lain. Padahal dulu ketika ada yang meninggal semua berbondong untuk menguburkan keluarga. Dulu untuk mengolah sawah dilakukan dengan menggunakan tenaga hewan secara Gotong royong , namun dengan teknologi yang semakin maju, budaya kita terasimilasi dengan jiwa individualisme dan salah satu efeknya adalah terjadinya impor daging sapi karena sapi tergantikan total dengan mesin dan polusi lahan pertanian yang berefek pada munculnya beberapa spesies hama dan penyakit tanaman.
Budaya Musyawarah mufakat perlahan luntur dengan ego individualis seirama perkembangan zaman. Budaya Tabe' dan Siri' mulai pudar, bahkan yang kita sering temukan seorang anak menggertak orang tua, atau bahkan melecehkan orang tua sendiri. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme semakin tak terbendung bahkan dalam menyelesaikannya semakin berbelit-belit karena budaya Tabe' dan Siri' untuk bermaksiat semakin pudar. Dan seharusnya yang terjadi dengan perkembangan teknologi tersebut adalah jiwa sosial semakin erat karena efektivitas dan efisiensi kerja semakin tinggi. budaya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme akan hilang karena siapa yang melakukannya akan terekam dalam kamera teknologi yang semakin modern. Budaya Musyawarah mufakat semakin terjalin karena meskipun tidak sempat hadir dilokasi musyawarah, kita tetap bisa melangsungkan jalannya musyawarah dengan teknologi 3G misalnya. Entah sistem kita yang bermasalah dan kontra dengan perkembangan zaman ataukah kita yang belum mampu menghadapinya?
Gambar 10. Jaga Ragam Budaya Indonesia Karya Nabilla
Sumber Bacaan :
Sinartejo, Wisnu. 2019. Bahan Ajar SMA / MA Kelas XI. Geo Learning
Sumber Gambar :
Gambar 1. Poster Budaya Minang Kabau Karya Melly Puspita Tanjung
Gambar 2. Poster Keragaman Budaya Indonesia Karya Fathia Marcha Anamy
Gambar 3. Poster Contoh Keragaman budaya Kuda Lumping Karya Salsabila Tusyifah Zain
Gambar 4. Poster Kebudayaan Batak Karya Arifah
Gambar 5. Poster Save Our Indonesia Culture Karya Syifa Nisa Aulia
Gambar 6. Poster Ayo Lestarikan Budaya Indonesia Karya Deani Mourischa
Gambar 7. Poster Lestarikan Budaya Indonesia Karya Indira Puja
Gambar 8. Poster Unity In Diversity Karya Farhan Adeliyus
Gambar 9. Budaya Betawi di Jakarta Karya Nisa Andini Eka
Gambar 10. Jaga Ragam Budaya Indonesia Karya Nabilla
Siswa dan Siswa Kelas XI IPS MAN IC Siak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar